Laman

Sabtu, 28 November 2009

Adab Tilawah


PDF Print E-mail
Written by Hadlir
Tuesday, 20 October 2009 10:44

Adab Membaca Al-Quran

Hadlir


Al-Quran adalah kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril yang kemudian diteruskan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada seluruh umat. Yakni tidak hanya sebatas manusia saja melainkan menyeluruh “rahmatan lil ‘alamin” ke segenap alam. Baik alam gaibah (non fisik) ataupun alam basyariyah (fisikal).


Al-Quran adalah satu di antara dua peninggalan Nabi (al-Quran dan al-hadis) dimana seorang hamba tidak akan pernah tersesat dalam mengarungi kehidupan ini selama berpegang teguh padanya. Karena itu dalam beberapa sabdanya nabi Muhammad saw tak henti-hentinya memotifasi umatnya agar selalu menjadikan al-Quran sebagai bacaan utama.


Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra, Nabi saw menggambarkan bahwa derajat seorang hamba kelak di hari kiamat bergantung pada seberapa gemar, seberapa banyak, serta seberapa istiqamahkah seorang hamba membaca dan mengamalkan al-Quran.

Bacalah, dan terus tambah kualitas dan kuantitas bacaanmu, karena derajatmu di akhirat bergantung pada bacaanmu di dunia.”


Dalam kesempatan lain pun Nabi saw berkata kepada para sahabat, “sesungguhnya Allah SWT memiliki keluarga (dari golongan manusia) di dunia ini.” Setelah berkata demikian, kontan, para sahabat bertanya dengan penuh penasaran. “siapakah mereka ya Rasulallah?.” Lalu Nabi saw menjawab, “mereka adalah para ahlul quran (gemar membaca dan mengamalkan al-Quran), mereka semua adalah keluarga Allah yang di khususkan.” (hadis riwayat Anas ra.) Rasanya tidak ada the best family selain menjadi keluarga Allah SWT. Maka masih layakkah jika seorang hamba berpaling lalu mencari keluarga lain selain menjadi bagian dari keluarga besar-Nya.


Masih banyak motifasi dan informasi lain tentang keistimewaan membaca al-Quran dari Rasulullah saw yang menjelaskan begitu tinggi dan mulianya al-Quran. Dimana posisi al-Quran tak tergantikan (selain sebagai bacaan primer) pun sebagai sumber dan pedoman hidup. Oleh karena itu, wajar jika ulama menjastifikasi bahwa membaca al-Quran memiliki unsur ibadah “muta’abbad bi tilawatih.” Yakni berpahala jika dibaca dan dosa ketika tidak membaca atau bahkan salah saat membaca. Dari sinilah para ulama merancang beberapa kaidah dan ilmu-ilmu (seperti ilmu tajwid dan qiraah) supaya para pembaca al-Quran lebih berhati-hati dan meminimalisir kesalahan. Namun, tidak hanya cukup di sini saja. Para ulama pun telah merangkum dan menetapkan beberapa tata cara atau adab saat membaca demi menjaga sisi keagungan, kesucian, dan kesakralan al-Quran.

Adab yang dimaksud antara lain;

a.

Adab yang dimaksud antara lain;

  • Hendaknya pembaca dalam kedaan suci dari hadas besar (jinabat) ataupun kecil, berwudhu. Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca al-Quran adalah se-utamanya dzikir. Yaitu salah satu bentuk munajat antara seorang hamba dan Tuhannya. Karena itu seorang hamba supaya suci dhohir batin. Demikian pula sebagaimana tidak diperkenankannya dalam kondisi berhadas membawa atau bahkan menyentuh al-Quran, kecuali dalam kondisi dhoruroh.
  • Memilih tempat yang suci saat membaca atau ketika meletakkannya
  • Menghadap kiblat. Alasannya, membaca bagian dari ibadah, sedangkan menghadap kiblat mengindikasikan lebih terkabulnya sebuah munajat
  • Membersihkan mulut terlebih dahulu (gosok gigi atau semacamnya) karena dari mulut itulah nantinya akan keluar ayat-ayat suci. Nabi bersabda, "sungguh mulut-mulutmu adalah jalan keluarnya ayat-ayat al-Quran, maka bersihkanlah terdahulu dengan siwak (gosok gigi)."
  • Menyelami makna dan maksud yang terkandung di dalamnya. Karena tujuannya bukanlah terhenti di fase "membaca" melainkan meningkat ke fase "pengamalan." Sebagaimana yang difirmankan dalam surat shad: 29. "ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." Hudzaifah ra menceritakan suatu malam saat bersama Rasulullah saw. "malam itu saya shalat bersama Rasulullah saw, beliau memulainya dengan membaca surat al-Baqarah, Ali Imran, dan an-Nisa. Surat-surat tersebut dibacanya dengan rapi dan dialogis. Setiap kali melewati ayat tasbih, maka beliau bertasbih. Ketika melewati ayat tentang pertanyaan, beliaupun bertanya. Dan ketika membaca ayat ta'awudz, maka beliaupun memohon perlindungan pada Allah SWT."
  • Membaca dengan sepenuh hati, dengan suara yang terbaik. "hiasilah al-Quran dengan indahnya suaramu." Begitulah anjuran Nabi saw.
  • Makruh hukumnya saat membaca diselingi bercakap dengan yang lain, kecuali dalam keadaan dhorurot. Ini disebabkan karena tiada 'kalam' yang lebih sempurna melainkan 'kalamullah'. Tidak ada percakapan yang paling indah selain bercakap dengan Allah rabbul 'izzah. Dalam kitab shahih, Ibn Umar ra bercerita, "bahwa Rasulullah saw tidak akan bicara dengan yang lain sebelum bacaannya usai." Dan sebenarnya para pembaca al-Quran itu sedang berdialog dengan Allah SWT. Sabda Nabi saw, "siapa saja yang hendak berdialog dengan Allah SWT, maka bacalah al-Quran." Bahkan bagi pembaca al-Quran tidak diperkenankan menjawab salam seseorang sebelum bacaannya selesai.
  • Bagian dari adab membaca yaitu hendaknya para qari' membaca secara berurutan, sebab demikianlah turunnya al-Quran (tauqifi). Sebuah hadis yang diriwayatkan Ibn Mas'ud, "suatu saat Rasulullah saw ditanya oleh seorang sahabat yang cara membaca al-Qurannya secara acak, random. Lalu beliau menjawab bahwa yang demikian itu menandakan akan lemahnya hati orang tersebut."
  • Wajib menyimak atau mendengarkan dengan seksama di saat al-Quran di baca. Allah SWT berkata, "Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat."
  • Disunahkan bersujud di saat membaca atau mendengarkan ayat sajadah. Dengan syarat telah suci sebagaimana ketika melaksanakan sholat
  • Disunnahkan membaca dengan tartil dan tidak tergesa-gesa. Karena sebenarnya tidak hanya perintah membaca saja melainkan memahami, menyerapi dan menyelami kandungan maknanya. "...dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan."
  • Membaca atau mendengarkan dengan khusyu dan tawadhu' hingga benar-benar menyerap dan menancap dalam hati. Sampai benar-benar terpancar kesempurnaan iman. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." Bahkan tidak terasa airmata menetes, menangis disebabkan dorongan iman yang sempurna. Suatu saat Ibn Mas'ud diminta oleh Rasulullah saw membaca al-Quran untuknya. Awalnya Ibn Mas'ud menolak dengan bertanya, "ya Rasulullah, bagaimana aku akan membaca untukmu sementara kepadamulah al-Quran diturunkan." Maka Nabi saw pun menjawab, "sungguh saya senang mendengarkan bacaan al-Quran selain dari diriku." Walhasil, Ibn Mas'ud pun mulai membaca surat an-Nisa. Namun ketika sampai pada ayat... "Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu [299])." Meleleh air mata Rasulullah saw, tidak terasa beliaupun menangis teringat tugasnya yang begitu berat di bumi ini. Karena seorang Nabi kelak menjadi saksi atas perbuatan tiap-tiap umatnya, Apakah perbuatan itu sesuai dengan perintah dan larangan Allah atau tidak.
  • Disunnahkan doa ketika menghatamkan al-Quran, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw, "siapa saja yang menghatamkan al-Quran maka doanya dikabulkan."

Guru Ngaji Kyai Dachlan Salim Zarkasyi


PDF Print E-mail
Written by santri mbeling
Tuesday, 20 October 2009 11:27

1. Mbah Nur

Ketika masih berusia anak-anak, Kyai Dachlan belajar mengenal huruf hijaiyah dan membaca huruf-huruf al-Quran dengan Beliau (mbah Nur) di langgar/mushalla.

Mbah Nur adalah guru pertama Kyai Dachlan. Meskipun seorang tuna netra, beliau adalah seorang hafidz al-Quran.

2. Kyai Asror

Guru Kyai Asror adalah Kyai Badawi, sementara guru Kyai Badawi adalah Syeh `Abdullah. Kyai Asror adalah putra dari K.H. Ridwan yang mana Istri Kyai Ridwan merupakan Adik dari Kyai Badawi. Kyai Ridwan adalah sosok yang rajin dan istiqamah membaca al-Quran, meski tidak hafidz al-Quran atau bahkan sudo rungu, beliau dapat menyimak dan mengoreksi seseorang yang ngaji.

Kyai Asror berasal dari Pungkuran, Kauman, Kaliwungu. Meninggal pada tahun -/+ 1978 M. di pondok beliaulah Kyai Dachlan nyantri.

3. Kyai Abdullah Umar

Kyai Abdullah Umar berasal dari Kauman, Semarang. Beliau seorang hafidz al-Quran. Sanadnya diperoleh dari Kyai Munauwir Krapyak, beliau juga belajar al-Quran dengan baik pada Kyai Arwani, Kudus.

Kyai Abdullah Umar tidak memiliki pondok pesantren layaknya para santri-santri lain yang sukses belajar di pondok, namun beliau tetap mengamalkan ilmunya, yakni dengan membuka pengajian di masjid Kauman Semarang. Selain itu beliau juga sempat menulis buku “Qiraatu ar-rasyidah” yang membahas uraian gharib musykilat.

Di majlis inilah Kyai Dahlan menimba Ilmu dari Beliau. Dan dari beliau pula Kyai dahlan diperkenalkan dengan Kyai Arwani (Kudus) yang kemudian mentashih Qiraati.

4. Kyai Turmudzi

Beliau berasal dari Demak, Jawa Tengah namun setelah menikah beliau tinggal di Kauman. Selain Kyai Arwani dan Kyai Abdullah Umar, beliau juga termasuk yang ikut mentashih Qiraati, bahkan hingga pada pemenuhan bahasa Arabnya.

Guru beliau adalah Kyai Muhammad. Lalu siapa Kyai Muhammad tersebut. Ternyata selidik punya selidik, bahwa Kyai Turmudzi adalah keponakan istri dari Kyai Muhammah. Istri Kyai Muhammad bernama Bunyai Fatimah, beliau menghafal al-Quran setelah menikah dengan Kyai Muhammad.