Laman

Senin, 27 April 2009

Hukum Nun Sukun atau Tanwin PDF Print E-mail
Written by Jauhari Tontowi
Saturday, 21 March 2009 13:47

Hukum Nun Sukun atau tanwin tergantung kepada huruf berikutnya sebagai berikut :

1. Idgham bi ghunnah : ي و م ن

2 Idgham bilaa ghunnah : ل ر

3. Iqlaab : ب

4. Ikhfaa' : ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك

5. Idzhar halqi :

Hukum mim sukun PDF Print E-mail
Written by Jauhari Tontowi
Saturday, 21 March 2009 13:51

Hukum mim sukun terbagi sesuai dengan huruf berikutnya :

  1. Ikhfa' syafawi : ب
  2. Idh-har syafawi : selain ب dan م
  3. Idgham mitsli : م

Hukum madd

Hukum madd PDF Print E-mail
Written by Jauhari Tontowi
Saturday, 21 March 2009 14:17

Hukum mad terbagi menjadi tergantung kepada urutan huruf dan harakatnya :

  • Madd Thabi'i / Madd Asli : fathah diikuti alif, kasrah diikuti ya' sukun, dlammah diikuti wawu sukun
  • Madd Far'i, terbagi menjadi :
    • Madd wajib muttashil : Madd Asli diikuti ء dalam 1 kalimat
    • Madd lazim munfashil : Madd Asli diikuti ء di lain kalimat
    • Madd shillah : setiap ـه yang dibaca panjang
    • Madd badal : ء diikuti ا atau و atau ى
    • Madd liin : fathah diikuti ى sukun atau و sukun bertemu huruf hidup dibaca waqaf
    • Madd tamkiin : ى kasrah ber tasydid bertemu ى sukun
    • Madd 'aridl lis sukuun : Madd asli bertemu huruf hidup dibaca waqaf
    • Mad 'iwadl : setiap fathah tanwin di baca waqaf (kecuali ة)
    • Madd lazim mutsaqqal kalimi : Madd asli bertemu tasydid dalam 1 kalimat
    • Madd lazim mukhaffaf kalimi : Madd asli bertemu sukun dalam 1 kalimat
    • Madd lazim harfi musyba' : huruf-huruf fawatihis-suwar : ن ق ص ع س ل ك م
    • Madd lazim harfi mukhaffaf : ح ي ط ـه ر
    • Madd farq : setiap Madd badal bertemu tasydid

Memilih Metode Pengajaran Membaca Al qur-an


PDF Print E-mail


Ingin cepat, adalah tabiat manusia yang tanpa pengawalan ketat akan menjatuhkan manusia kepada nafsu. Ingin cepat naik pangkat, ingin cepat kaya, bahkan ingin cepat bisa membaca Al qur-an.

Kenapa orang ingin cepat bisa membaca Al qur-an sehingga hal ini menjadi target market penjualan metode belajar membaca Al qur-an.

Banyak sekali metode yang menjanjikan penggunanya dapat membaca Al qur-an dengan cepat baik berupa buku maupun CD.Baik pengguna maupun penyusun metode yang berorientasi pada "Cepat Bisa" telah menyalahi banyak hal dalam kaidah-kaidah keilmuan.

Tentu kita dapat membedakan kenapa novel dapat kita selesaikan dalam 1 hari, kenapa kita dapat memahami cara kerja solar cell dalam 2 jam, kenapa kita menyelesaikan mata kuliah dalam 2 semester sementara menyelesaikan desertasi tentang satu bagian kecil dari materi kuliah tersebut memerlukan waktu 1-2 semester.

Tentu kita dapat memahami kenapa kita dapat menyelesaikan buku teknik berenang dalam 4 jam tapi kita baru berani berenang di tengah kolam renang setelah 4 bulan kita mempraktekkannya.

Tentu kita juga dapat memahami 4 hari kursus Basic TCP/IP belum dapat menjaminkan sertifikasi dalam ujian CCNA meskipun kita telah berlatih scr "hands on" selama 4 bulan.

Itulah bedanya pengetahuan dan skill

Berenang, Berbahasa Arab, Menyelesaikan permasalahan security sistem, dan Membaca Al Qur-an adalah skill. Sementara membaca Koran, membaca Novel, membaca teknik Solar Cell adalah pengetahuan.Skill hanya dapat diperoleh dengan praktek yang kita lakukan terus-menerus. Skill tidak dapat diperoleh secara instan.

Sekarang anda tentu dapat mengenali apakah suatu Metode pengajaran Al qur-an menawarkan skill atau pengetahuan.
Jika suatu metode menawarkan pengetahuan (biasanya menjanjikan cepat) maka Metode tersebut membiarkan anda mengusahakan sendiri prakteknya. Anda perlu berhitung cost yang mungkin anda keluarkan jika anda memilih mempraktekkan sendiri, antara lain waktu dan efektifitas.

Anda perlu tanyakan kepada pengajar, berapa lama anda harus mempraktekkan sendiri sehingga anda mendapatkan sertifikat "dapat membaca Al qur-an" dengan baik dan benar. Kita perlu yakini bahwa pengajar tidak dapat menjawab dengan jelas karena ada segmen dimana pengajar tidak dapat mengkontrol efektifitas pengajarannya (krn dilakukan oleh pengguna sendiri). Adalah akan sangat memerlukan waktu jika ternyata anda malas-malasan dalam mempraktekkan, dan jika anda banyak melupakan ilmu yang telah diajarkan.

Dalam metode yang menawarkan skill segmen praktek sepenuhnya dalam pengawasan pengajar sehingga metode tersebut dapat memprediksikan kebutuhan waktu yang diperlukan penggunanya untuk mendapatkan sertifikat.

Yang kedua adalah efektifitas. Anda dapat bayangkan jika ketika anda mempraktekkan sendiri ternyata berbeda dengan yang diajarkan dan anda tidak merasakannya, sehingga setelah anda mengira anda telah menguasainya dan anda mengujikan kepada seorang guru baru ketahuan bahwa banyak hal tidak sesuai, dan karena telah sekian lama anda mempraktekkan, sulit sekali anda untuk merubahnya.

Dari tinjauan kaidah keilmuan islam, ada beberapa hal yang perlu menjadi konsideran.
Bahwa pengajaran Al Qur-an dari masa ke masa telah dilakukan oleh para qurraa' melalui metode periwayatan, artinya bacaan seseorang dianggap benar apabila telah diujikan kepada gurunya yang bersambung sampai Rasulullah.

روي البخارى عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال سمعت النبي ص م يقول خذوا القرأن من اربعة من عبد الله بن مسعود و سالم و معاذ و أبى ابن كعب

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash berkata, saya mendengar Nabi saw berkata, Ambillah Al Qur-an dari 4 orang (Abdullah bin Mas'ud, Ubbay bin Ka'ab, Salim Maula Abu Hudzaifah, Mu'adz bin Jabal)


Artinya rasulullah memerintahkan mempelajari al Qur-an dari orang-orang yang telah disahkan oleh Rasulullah (tidak belajar sendiri).

Yg kedua adalah bahwa Allah melarang Rasulullah dalam tergesa-gesa menguasai Al Qur-an seperti dalam Surat.....

......لا تحرك به لسانك لتعجل به

Demikian semoga memberi manfaat kepada Anda dalam memilih metode pengajaran membaca Al Qur an baik untuk anda maupun putra-putri anda, jangan sampai masa emas putra-putri anda terbuang sia-sia dengan mengajarkan Al Qur-an dengan salah sehingga harus mengulangi dikemudian hari saat masa emas itu telah hilang.

Minggu, 26 April 2009

SAHABAT PENULIS MUSHAF AL-QUR'AN


Al-Quran telah ditulis sejak pertama kali turun, Rasulullah SAW punya beberapa sekretaris pribadi yang kerjanya melulu hanya menulis Al-Quran. mereka adalah para penulis wahyu dari kalangan sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, ‘Ubai bin K’ab dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum. Bila suatu ayat turun, beliau memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah.

Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur’an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Tabit, “Kami menyusun Qur’an di hadapan Rasulullah pada kulit binatang.”

Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur’an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. tulisan-tulisan Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah 8menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas’ud telah menghafalkan seluruh isi Qur’an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur’an di hadapan Nabi, di antara mereka yang disebutkan di atas.

Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah di saat Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan di atas, ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.

Tetapi Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra’ dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur’an itu tidak menurut tertib nuzul-nya (turun), tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu.

Andaikata pada masa Nabi SAWQur’an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Az-zarkasyi berkata, “Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur’an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah.”

Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan, “Rasulullah SAW telah wafat sedang Qur’an belum dikumpulkan sama sekali.” Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.

Al-Katabi berkata, “Rasulullah tidak mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar radhiyalahu ‘anhum.

ULAMA SALAF DAN KEIKHLASAN

Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19).

Yusuf bin Al Husain Ar Razi rahimahullah mengatakan, ”Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas. Betapa sering aku berusaha mengenyahkan riya’ dari dalam hatiku, namun sepertinya ia kembali muncul dengan warna yang lain.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).

Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu itu enggan sehingga dia menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim, hal. 20)

Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al-I’tisham, dinukil dari Ma’alim, hal. 20).

Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim, hal. 22).

Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim, hal. 22).

Begitu pula ketika ada salah seorang muridnya yang mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakekat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim, hal. 22).

Diriwayatkan dari Mutharrif bin Abdullah rahimahullah bahwa dia mengatakan, ”Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Sedangkan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).

Dari Ibnul Mubarak rahimahullah, dia mengatakan, ”Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar gara-gara niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).

Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa daripada keikhlasan, karena di dalamnya hawa nafsu tidak ambil bagian sama sekali.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).

KH.MOENAWIR (AHLI QURAN PENDIRI PON-PES KRAPYAK JOGJAKARTA)

Siapa yang tak kenal dengan pondok pesantren Munawir Krapyak Jogjakarta yang telah banyak melahirkan ulama-ulama ahli quran terkemuka. Semula pesantren yang didirikan sekitar tahun 1909 oleh kh Moenawir hanya dihuni 10 santri , kini pesantren krapyak berkembang pesat dengan jumlah santri yang mencapai ratusan. Sosok Kh Moenawir atau yang akrab dipanggil Mbah Moenawir merupakan sosok ulama yang oleh Rosululloh saw disebut Sebagai “Keluarga Alloh” atau “waliyulloh”, karena kemampuannya sebagai ahlul qur’an ( penghapal qur’an dan mengamalkan kandungan alqur’an)

Para Ulama peserta Mukta’mar Di Pon-pes Munawir Krapyak Jogja

peserta muktamar NU DI PONPES MUNAWIR KRAPYAK JOGJAKARTA

Sejak usia 10 tahun Kh Moenawir telah Hapal Quran 30 Juz dan Beliau gemar sekali menghatamkan alquran , beliau dikirim ayahnya KH.Abdul Rosyad untuk belajar kepada seorang Ulama terkemuka di Bangkalan Madura KH.Muhammad Kholil , Bakat kepasihan Mbah Moenawir dalam Pembacaan Alquran memberikan kesan tersendiri dihati Gurunya (Kh.Muhammad Kholil ) dan suatu ketika gurunya menyuruh Kh Moenawir untuk menjadi imam Sholat sedangkan Gurunya Kh Kholil menjadi Mak’mum.

Tahun 1888 Kh Moenawir bermukim di Mekkah dan memperdalam ilmu-ilmu Alquran kurang lebih 20 tahun, kesempatan tersebut Beliau gunakan untuk mempelajari Ilmu Tahfizul quran , qira’at sab’ah dengan Ulama -ulama setempat. Hingga Kh Moenawir memperoleh Ijazah Sanad Qira’at yang bersambung ke urutan 35 sampai ke Rosululloh SAW dari Seorang Ulama Mekkah yang termashur Syech Abdul Karim bin Umar Al Badri Addimyati .

KhMoenawir Mampu menghatamkan Alquran hanya dalam Satu rakaat sholat, dan sebagai orang awan mungkin itu Mustahil dilakukan tapi bagi Kh Moenawir itu mampu . Bahkan Kh Moenawir dalam menjaga hapalannya beliau melakukan Riyadhoh dengan membaca alquran secara terus menerus selama 40 hari 40 malam sampai terlihat oleh beberapa murid nya Mulut Kh Moenawir terluka dan mengeluarkan darah.

Kedisiplinan Kh.Moenawir dalam mengajar Alquran kepada murid-muridnya sangat ketat bahkan pernah muridnya membaca Fatiha samapi dua tahun diulang-ulang karena menurut Kh Moenawir belum Tepat bacaannya baik dari segi makhrajnya maupun tajwidnya, maka tak heran bila murid murid beliau menjadi Ulama-ulama yang Hufadz ( hapal quran) dan mendirikan Pesantren Tahfizul quran seperti Pon-pes Yanbu’ul Qur’an kudus (Kh.Arwani Amin) , Pesantren Al Muayyad solo ( KH Ahmad Umar) dll.

Peristiwa menarik pernah dialami oleh murid KH Moenawir, sewaktu beliau disuruh oleh istri Mbah Moenawir untuk meminta sejumlah uang kepada Mbah Moenawir yang akan digunakan sebagai keperluan belanja sehari hari, Kh moenawir selalu merogoh sejadahnya dan diserahkan uang tersebut kepada Muridnya, padahal selama ini muruid-muridnya hanya tahu bahwa sepanjang waktu mba moenawir hanya duduk saja di serambi masjid sambil mengajar alquran.

PROFILE KH. M. ARWANI AMIN /MBAH ARWANI


mbah-kh-m-arawaniKH. M. ARWANI AMIN /MBAH ARWANI
Sosok Alim, Santun dan Lembut
Yanbu’ul Qur’an Adalah pondok huffadz terbesar yang ada di Kudus. Santrinya tak hanya dari kota Kudus. Tetapi dari berbagai kota di Nusantara. Bahkan, pernah ada beberapa santri yang datang dari luar negeri seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.Pondok tersebut adalah pondok peninggalan KH. M. Arwani Amin. Salah satu Kyai Kudus yang sangat dihormati karena kealimannya, sifatnya yang santun dan lemah lembut.KH. M. Arwani Amin dilahirkan dari pasangan H. Amin Sa’id dan Hj. Wanifah pada Selasa Kliwon, 5 Rajab 1323 H., bertepatan dengan 5 September 1905 M di Desa Madureksan Kerjasan, sebelah selatan masjid Menara Kudus.Nama asli beliau sebenarnya Arwan. Tambahan “I” di belakang namanya menjadi “Arwani” itu baru dipergunakan sejak kepulangannya dari Haji yang pertama pada 1927. Sementara Amin bukanlah nama gelar yang berarti “orang yang bisa dipercaya”. Tetapi nama depan Ayahnya; Amin Sa’id.

KH. Arwani Amin adalah putera kedua dari 12 bersaudara. Saudara-saudara beliau secara berurutan adalah Muzainah, Arwani Amin, Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhah dan Ulya.Dari sekian saudara Mbah Arwani (demikian panggilan akrab KH. M. Arwani Amin), yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in.Ahmad Da’in, adiknya Mbah Arwani ini bahkan terkenal jenius. Karena beliau sudah hafal al-Qur’an terlebih dahulu daripada Mbah Arwani. Yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Da’in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar.Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi, kelebihan Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca al-Qur’an. Di mana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an meski tidak hafal. Selain barokah orantuanya yang cinta kepada al-Qur’an, KH. Arwani Amin sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-ulama. Tak kurang, 39 tahun beliau habiskan untuk berkelana mencari ilmu. Diantara pondok pesantren yang pernah disinggahinya menuntut ilmu adalaj pondok Jamsaren (Solo) yang diasuh oleh Kyai Idris, Pondok Tebu Ireng yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Munawir (Krapak) yang diasuh oleh Kyai Munawir.Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para Kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu. Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH. Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani (KH. Haramain) pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus saja.Akhirnya, Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari KH. Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri. Dari pernikahannya dengan Bu Naqi ini, Mbah Arwani diberi empat keturunan. Namun yang masih sampai sekarang tinggal dua, yaitu KH. M. Ulinnuha dan KH. M. Ulil Albab, yang meneruskan perjuangan Mbah Arwani mengasuh pondok Yanbu’ sampai sekarang. Yah, demikian besar jasa Mbah Arwani terhadap Ummat Islam di Indonesia terutama masyarakat Kudus, dengan kiprahnya mendirikan pondok yang namanya dikenal luas hingga sekarang.Banyak Kyai telah lahir dari pondok yang dirintisnya tersebut. KH. Sya’roni Ahmadi, KH. Hisyam, KH. Abdullah Salam (Kajen), KH. Muhammad Manshur, KH. Muharror Ali (Blora), KH. Najib Abdul Qodir (Jogja), KH. Nawawi (Bantul), KH. Marwan (Mranggen), KH. Ah. Hafidz (Mojokerto), KH. Abdullah Umar (Semarang), KH. Hasan Mangli (Magelang), adalah sedikit nama dari ribuan Kyai yang pernah belajar di pondok beliau. Kini, Mbah Arwani Amin telah tiada. Beliau meninggal dunia pada 1 Oktober 1994 M. bertepatan dengan 25 Rabi’ul Akhir 1415 H. Beliau meninggal dalam usia 92 tahun. Namun, meski beliau telah meninggal dunia, namanya tetap harum di hati sanubari masyarakat.

Sabtu, 25 April 2009

TAHAJJUD

halat khususnya tahajjud ternyata tidak hanya
membuat pelakunya mendapatkan tempat istimewa di hadapan Pencipta Alam ini,
melainkan juga meningkatkan kekebalan tubuh dan mengusir penyakit. Pernahkah
Anda berpikir kenapa setiap hari kita mesti berdoa? Mungkin ada yang manjawab
ini adalah kewajiban kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Ada
juga yang menjawab ini sudah tersurat dalam kitab suci. Dan masih banyak lagi
rasionalisasi yang bila dikaji bunyinya terdengar, bahwa berdoa hanyalah
kewajiban.
Ambil contoh misalnya Shalat tahajjud. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh dosen fakultas tarbiyah dan guru besar
program pascasarjana dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel
Surabaya, Prof. Dr. Mohammad Sholeh, Drs., M.Pd., PNI membuktikan bahwa shalat
tahajjud yang dijalankan dengan gerakan tepat, rutin, dan tentu saja dengan
tulus iklhas bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Teliti 51 Siswa SMU
Bagi kaum muslim, shalat tahajjud bukanlah sembahyang wajib. Karenanya
tidak banyak yang melakukan sembahyang ini sampai berhari-hari dan terus
menerus. Dalam riwayat Abu Daud dan At Turmudzy diceritakan, Ali r.a pernah
berkata: “Shalat witir itu tidak diharuskan sebagaimana shalat fardhu, tetapi
Rasulullah saw selalu mengerjakannya serta bersabda: “Sesungguhnya Allah itu
witir (ganjil,yakni esa) dan suka pada witir maka shalat witirlah kamu sekalian
wahai Ahlul Qur’an”
Kebiasaan melakukan sembahyang ini bermula ketika menjelang kenabian Nabi
Muhammad SAW. Waktu itu sang Nabi sedang gundah gulana. Sebagai seorang yang
saleh dan berhati bersih, pria tengah baya ini merasakan betapa mundurnya
kehidupan moral di Mekah waktu itu. Perbudakan, perampokan, penindasan terhadap
wanita, dan segala keburukan lain membuat hidup menjadi tidak menyenangkan. Mau
apa, aku ini? Itulah pertanyaan yang muncul darinya.
Ternyata dari 51 siswa, 23 orang hanya sanggup bertahan menjalankan shalat
tahajjud selama sebulan. Beserta yang lainnya yang tidak memenuhi syarat dengan
alasan misalnya shalatnya tidak lengkap sampai dua bulan meski bisa melampaui
sebulan penuh atau tidak sampai sebulan, minum obat kortikisteroid, melakukan
hal-hal lain selain tahajjud yang mempengaruhi sistem tubuh misalnya zikir,
ke-23 siswa ini dijadikan kelompok sendiri. Sampai akhirnya, tinggal 19 siswa
saja yang sanggup bertahan melakukan shalat tahjjud selama dua bulan. Jadi ada
dua kelompok. Mereka yang berhasil sampai dua bulan tanpa tambahan kegiatan
lain dan mereka yang tidak selesai shalat sampai dua bulan.
Pada mereka yang berhasil melakukan shalat tahajjud sampai dua bulan hormon ini
menaik. “Ini pertanda orang tersebut ikhlas dan tidak stress,” ungkap Sholeh. Meningkatnya
hormon ini akan disertai dengan meningkatnya kandungan serotonin, epinefrin dan
endorfin. Hormon-hormon ini adalah hormon yang membuat kita menjadi tenang dan
merasa tenteram.

Pembelajaran Al-Qur'an Dengan Metode Qiraati

Al-Qur'an merupakan mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Rosulullah SAW. Mempelajari Al-Qur'an serta mengamalkannya merupakan suatu kewajiban kita sebagai umat muslim. Pendekatan terbaik dalam mempelajari Al-Qur'an adalah Tallaqi dan Musyafahah yaitu berhadapan langsung antara guru dan murid, seperti yang dilakukan oleh Malaikat Jibril dengan Rosulullah SAW ketika pertama kali wahyu diturunkan.


Metode Qiraati adalah salah satu metode pembalajaran Al-Qur'an yang praktis yang mulai dikenalkan pada tahun 1963 di Semarang, Jawa Tengah. Kaidah ini dikenalkan oleh seorang guru Al-Qur'an yang bernama KH. Dahlan Salim Zarkasyi. Pada awalnya terdiri dari 10 jilid kemudian diringkas menjadi 6 jilid untuk usia TK, 4 Jilid untuk usia SD, 3 Jilid untuk usia SMP/SMA, dan 2 jilid untuk usia Mahasiswa. Selain itu ada buku untuk mempelajari ghorib dan tajwid, apabila santri sudah khotam tingkat dasar.
Seorang pengajar Qiraati harus melalui tahap-tahap yang antara lain pembinaan yang dilakukan di setiap koordinator masing-masing, tashih guru, pembekalan motodologi, sampai dengan PPL. Hal ini dimaksudkan agar guru qiraati mengajar sesuai kaidah ilmu tajwid dan bil lisaanil 'aroby, karena prinsip qiraati adalah "jangan wariskan yang salah karena yang benar itu mudah". Adapun buku Qiraati tidak dijual secara bebas, karena Qiraati tidak menjual buku tapi mentransfer ilmu, sehingga buku hanya bisa didapatkan pada koordinator amanah buku sesuai dengan wilayah amanahnya. Untuk menjadi guru Qiraati yang baik dan berhasil, maka KH. Dahlan Salim Zarkasy menurut wasiatnya adalah : guru harus sabar dan ikhlas, guru harus selalu istiqomah tadarus Al-Qur'an dan guru harus Istiqomah Sholat Tahajjud.

Haul Mbah Dachlan Salim Zarkasy

Keagamaan
i

SEMARANG, KOMPAS - Ribuan orang mengikuti Haul VI penemu metode Qiraati, Kyai Haji Dahlan Salim Zarkasih, Sabtu (18/11). Mereka datang dari berbagai daerah seperti Pasuruan, Wonosobo, Yogyakarta, dan Semarang untuk mendoakan dan mengenang perjuangan guru mereka. KH Dahlan memang dianggap sebagai guru oleh para peserta haul ini. Lewat metode Qiraati-nya yang memungkinkan seseorang mempelajari Alquran secara cepat dan mudah, KH Dahlan telah membantu banyak orang. KH Dahlan mulai mengajarkan metode ini sejak awal tahun 1970- an.

Pencipta Qiraati ini meninggal pada tahun 2001 dan setiap tahun dibuat haul untuk mengenang dan mendoakannya. Haul kali ini dimulai dari Pemakaman Umum Sektor Bergota, Semarang Selatan, dan diakhiri di kediaman KH Dahlan di Kebon Arum.

Sekitar pukul 07.00 belasan bus besar mulai berderet di rusa Jalan Kyai Saleh yang menjadi jalan masuk menuju tempat KH Dahlan dimakamkan.

Berombongan para peserta memasuki pemakaman ini. Beberapa orang bahkan menggunakan baju batik dengan motif yang serupa. Tak lama kemudian, mereka mulai memanjatkan doa di depan pusara penemu metode Qiraati ini. Doa ini dipimpin oleh putra bungsu KH Dahlan, Baihaki (30).

Setelah selesai berdoa, mereka meninggalkan pemakaman menuju rumah KH Dahlan. Di sini mereka melakukan pengajian, membaca Alquran dan surat Yasin. Selain itu beberapa orang memberikan komentar mengenai kenangannya terhadap KH Dahlan.

Menurut Panitia Penyelenggara Haul, Wahid Hasyim (44), acara haul digelar untuk memperingati perjuangan KH Dahlan dalam mengajarkan Alquran kepada umat. Pesertanya, menurut dia, mayoritas dari Jawa Timur. (AB1)

Metode Qiraati Buka Cabang KE-74 di Thailand

"Gerakan Mati Televisi" Kiat Tekun Mengaji

  • TPQ Metode Qiraati Buka Cabang di Thailand

ALUNAN ayat-ayat Alquran meluncur dengan fasih dari mulut-mulut mungil sekelompok bocah berusia lima tahun di atas panggung terbuka, di jalan depan Masjid Jamik Baitul Muttaqin, Desa/Kecamatan Karimunjawa, Jepara, Selasa malam pekan lalu. Ribuan orang yang hadir pada pengajian umum dalam rangkaian kegiatan Majlis Mu'allimil Quran (MMQ), pertemuan para guru dan pengasuh taman pendidikan Alquran (TPQ)/taman kanak-kanak Alquran (TKQ) pun terhenyak.

Siapa yang tidak tertegun, anak-anak yang baru masuk TK itu ternyata sudah menguasai cara membaca Alquran dengan baik, sementara di negeri ini yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ternyata masih banyak orang dewasa yang belum bisa membaca kitabullah dengan benar.

Pemandangan anak-anak kecil dengan suara lantang dan fasih mengaji Alquran, sekarang ini memang sudah gampang dijumpai di berbagai tempat. Perkembangan yang spektakuler ini tak lepas dari jerih payah sang perintis metode qiraati, KH Dachlan Salim Zarkasyi (Semarang), yang mulai memperkenalkan kepada umat pada 1986 lalu.

Dari Semarang, TPQ/TKQ akhirnya berkembang cepat di wilayah nusantara. Bahkan, cabang di luar negeri pun mulai dibuka. Thailand adalah yang terbaru dari sejumlah negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, yang mulai tertarik dengan metode qiraati dalam belajar membaca Alquran.

"Koordinator pusat Semarang telah membuka cabang ke-74 di Thailand. Kami sudah mengirim pentashih untuk membimbing para calon guru TPQ di sana," ungkap ustad Bunyamin Dachlan, koordinator Pusat TPQ/TKQ Metode Qiraati.

Putra KH Dachlan Salim Zarkasyi itu menuturkan, hingga sekarang telah terbentuk empat koordinator wilayah (Korwil), yaitu Jateng, Jatim, Jabar (termasuk DKI dan Banten), dan Kalimantan Timur. Jumlah koordinator cabang (Korcab) mencapai 74.

Bunyamin sangat mendukung pelaksanaan MMQ di Karimunjawa, yang diselenggarakan Koorcab (ke-10) Jepara. Tak hanya para pengasuh dan guru TPQ dari kecamatan-kecamatan di Kabupaten Jepara, pengurus asal Jateng, Jatim, dan Jabar juga ikut hadir.

Kurang lebih 800 guru TPQ/ TKQ hadir pada kegiatan yang dimulai 30 Mei-1 Juni lalu. Kepala Kanwil Depag Jateng Drs H Chabib Thoha MA, Bupati Jepara Drs H Hendro Martojo, dan Ketua DPRD Kabupaten Jepara H Ahmad Marzuqi SE serta Muspika Karimunjawa ikut menghadiri kegiatan MMQ.

Menurut ustad Zainal Marlis, kegiatan MMQ di Karimunjawa adalah terbesar yang pernah diadakan. Selama ini pertemuan rutin tiap tiga bulan sekali di kecamatan-kecamatan di Jepara secara bergiliran.

"Pada saat kami tawarkan pertemuan di Karimunjawa, ternyata dari daerah lain tertarik ikut. Panitia sudah menyiapkan akomodasi bagi seluruh peserta," ujar Marlis yang juga putra sesepuh Karimunjawa, KH Abdul Basyir.

Kampanyekan GMT

Tantangan mengajar Alquran kepada anak-anak semakin besar. Jika dulu hingga 1970-an pesawat TV masih belum dijumpai di pedesaan, sekarang ini perkampungan penduduk di tepian hutan dan pulau terpencil pun kebanjiran televisi.

Justru pada saat anak-anak harus belajar -termasuk pelajaran sekolah- pada petang seusai magrib, belasan stasiun televisi menawarkan berbagai acara menggoda.

Untuk menangkal anak agar tidak terganggu konsentrasinya, para guru TPQ diharapkan ikut mengampanyekan "Gerakan Mati Televisi (GMT)" mulai menjelang magrib hingga sesudah waktu shalat Isya. "Para guru TPQ memang sudah kami imbau untuk ikut menyebarkan Gerakan Mati Televisi setelah magrib. Kami harapkan ini mendapat respons positif dari para orang tua," tutur ustad Bunyamin.

Sebab, keberhasilan pendidikan anak tak cukup hanya menggantungkan para ustad/ustadah. Justru pembinaan dan perhatian orang tua di rumah tak kalah penting. Bunyamin mencontohkan, gerakan serupa justru telah dilaksanakan sejumlah wilayah di Yogyakarta. (Sukardi-15s)

SEJARAH PENEMUAN METODE PRAKTIS BELAJAR MEMBACA AL-QURAN

Sejarah Penemuan kaedah Qiraati ini cukup panjang. Kerana ianya memerlukan pengamatan, penelitian, ujicuba yang memerlukan waktu yang cukup lama. Di sini kami akan bahagikan kepada beberapa tahapan


1. Permulaan Penemuan

Sebelum menemukan kaedah Qiraati ini beliau adalah sememangnya seorang Guru mengaji dan seorang yang suka mengamati keadaan kelas-kelas mengaji di manapunbeliau berkunjung.

Sebagaimana biasa sebagai seorang guru mengaji, beliau menggunakan kaedah yang biasa dikenali dengan Muqaddam atau Turutan atau biasa juga disebut kaedah Baghdadiyah.

Hasil daripada pengalaman dan pengamatan beliau, anak-anak murid yang beliau ajar ternyata sebahagian besar mereka hanya mampu menghafal huruf bukan mengerti huruf. Dan jika dapat membacapun ternyata bacaannya tidak tartil seperti apa yang dikehendaki dalam bacaan Al Quran yang baik. Dan biasanya waktu bagi murid-murid untuk menguasai bacaan tartil diperlukan waktu yang lama.

Berdasarkan pengalaman inilah beliau mencuba untuk mencari alternatif lain dengan cara membeli buku-buku kaedah baca al Quran dengan maksud agar dapat mencapai hasil yang lebih memuaskan. Namun setelah mengamati semua kaedah yang ada, ternyata beliau masih belum menemukan kepuasan. Beliau tidak yakin dengan kejayaan kaedah kaedah tersebut kerana berbagai sebab. Seperti menggunakan contoh-contoh perkataan yang bukan dari bahasa Arab atau dari al Quran bahkan ada yang berbunyi bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.

Sejak itulah beliau mecuba memperkenalkan huruf terus dengan barisnya sekali dengan bacaan yang lancar dan cepat. Dalam waktu yang sama, anak-anak diperkenalkan dengan huruf-huruf yang tiada berbaris. Hanya bezanya dengan sistem yang lama, kaedah Qiraati tidak mewajibkan anak murid mengeja huruf ketika akan membaca sesebuah perkataan.
Ternyata setelah uji cuba berulang-kali, beliau mendapatkan tehnik susunan seperti yang sedia ada sekarang ini. Oleh itu susunan yang ada sekarang ini adalah hasil dari uji cuba yang tidak perlu diragukan lagi.

2. Awal Penyusunan Metode Qiraati.

Dengan dorongan keinginan hati untuk mengajarkan al-Qur'an dengan baik dan benar, serta dengan keberanian yang didukung oleh inayah dan hidayah Allah SWT., Bapak H. Dachlan Salim Zarkasyi mulai mencoba menyusun dan menulis sendiri metode yang dikehendakinya itu. Yakni metode yang berhasil dalam mengajar membaca al-Qur'an yang sekaligus mudah dan disukai oleh anak-anak.

Supaya anak-anak mudah membaca dan betul-betul mengerti serta faham, maka beliau mencoba menulis pelajaran dengan bacaan "bunyi" huruf hijaiyyah yang sudah berharakat "fathah". Dalam pelajaran ini anak tidak boleh mengeja, misalnya alif fathah A, BA fathah BA, tetapi langsung membaca bunyi huruf yang sudah berharakat fathah tadi seperti: A-BA-TA dan seterusnya. Agar anak bisa membaca dengan baik dan benar, maka sejak awal sekali anak sudah diharuskan membacanya dengan lancar, cepat dan tepat, tanpa ada salah dalam membaca. Dengan demikian secara tidak langsung anak harus mengerti dan faham setiap huruf Hijaiyyah.

Demikianlah, dengan penuh kesabaran dan ketelitian, sehuruf demi sehuruf beliau mencoba untuk diajarkan kepada anak didiknya walaupun nampaknya lambat, tetapi anak-anak faham dengan baik. Agar anak terlatih dan dapat membaca benar, maka setiap contoh bacaannya diambilkan dari kalimat-kalimat al-Qur'an juga kalimat-kalimat bahasa Arab.

Setelah anak-anak lancar menbaca huruf-huruf Hijaiyyah yang berharakat fathah, kemudian dicoba dengan huruf-huruf yang berharakat kasrah dan dhommah. Demikian pula dengan huruf yang berharakat fathah tanwin, kasrah tanwin dan dhummah tanwin.

3. Pelajaran Bacaan Mad (bacaan panjang)

Sebagai seorang peniaga, Bapak Haji Dachlan Salim Zarkasyi kerap mengunjungi banyak bandar dan pekan. Pada kesempatan ini beliau manfaatkan masa untuk mengamati kelas-kelas mengaji yang digunakan oleh guru-guru mengaji setempat. Sama ada di surau-surau, mushalla-mushalla atau masjid-masjid.
Hasil dari pengamatan beliau tentang hasil bacaan murid-murid, beliau amat sedih dan prihatin mengingat mereka ternyata tidak memperhatikan bacaan panjang pendek. Hal ini biasanya disebabkan oleh kurangnya kewaspadaan guru terhadap bacaan murid terutama dalam bacaan mad asli (mad thabi'i).
Oleh itu sekembalinya dari perjalanan, beliau melihat pentingnya pelajaran mad asli atau mad thabi'i. Maka disusunlah pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan mad asli dan contoh-contoh perkataannya diambilkan dari al Quran atau dari bahasa Arab. Kemudian diuji cobakan kepada murid-murid, manakala perkataan yang sukar akan diganti dengan perkataan yang lain yang lebih mudah difahami oleh murid--murid. Dan perkataan-perkataan tersebut ditashihkan kepada orang yang pakar al Quran dan bahasa Arab agar setiap perkataan mempunyai makna yang sesuai.
Akhirnya tersusunlah pelajaran bacaan mad, yang diawali dengan pelajaran fathah diikuti alif, kasrah diikuti ya' dan dhummah diikuti wawu.

4. Huruf Sukun

Hampir bersamaan dengan awal penyusunan buku Qiraati pada tahun 1963 itu, bapak H. Dachlan Salim Zarkasyi bersama dengan sahabatnya ustadz Abdul Wahid membentuk jamaah Mal-Jum (malam jum'at), yakni jamaah tadarus al-Qur'an untuk orang-orang dewasa. Suatu ketika saat tadarus al-Qur'an pada jemaah Maljum, beliau mendengar beberapa orang membaca huruf "Lam Sukun" salah. Ada yang membacanya dipanjangkan (ditahan lama lam sukunnya), ada pula yang membaca menggantung atau 'tawallud' atau melantun sehingga terdengar bunyi pepet' (dalam bahasa Jawa), seperti Al-le, Allll....... Melihat keadaan yang demikian, timbul pemikiran bahwa bacaan "lam Sukun" perlu dan penting untuk diajarkan kepada anak-anak. Kemudian beliau mencoba menulis dan menyusun pelajaran Lam Sukun ini ternyata tidaklah mudah, yakni Lam Sukun yang dibaca jelas dan tegas. Namun dengan penuh kesabaran dan ketelitian, akhirnya tersusunlah juga pelajaran "Lam Sukun dibaca Jelas dan Tegas", yang kemudian sekaligus dirangkaikan dengan pelajaran bacaan al-Qomariyyah. Pelajaran bacaan al-Qomariyyah diberikan dengan tujuan untuk melatih anak membaca sambil melihat huruf-huruf yang akan dibaca di sebelahnya (di sampingnya). Setelah berhasil dengan Lam Sukun, beliau mencoba dengan huruf-huruf yang lain. Secara kebetulan beliau mencoba dengan huruf "sin sukun", ternyata tanpa kesulitan anak-anak langsung dapat membaca dengan mudah. Maka ditulislah contoh-contoh bacaan yang ada huruf Sin Sukunnya.

Di tengah-tengah pengenalan huruf-huruf sukun ini, beliau menyusun pelajaran bacaan "Harfu Liin" (bacaan fathah yang diikuti Ya atau Wawu sukun). Hal ini sangat penting untuk diajarkan dengan kesungguhan, karena banyak orang yang membaca al-Qur'an bersuara AO dan AE bukan bersuara AU dan AI, dan agar anak dapat membedakan bacaan harfu Liin dengan bacaan Mad.

Selanjutnya percobaan dengan huruf-huruf sukun ini dilanjutkan. Secara kebelutan pula beliau mencoba huruf "RO sukun", ternyata dengan sangat mudah anak-anak dapat membaca dengan lancar. Begitu pula dengan mencoba huruf "MIM sukun" ternyata murid tidak menemui kesukaran juga.

Sekalipun ada maksud untuk mencoba huruf sukun yang lain, ternyata dengan empat huruf sukun ini anak sudah dapat membaca sendiri huruf-huruf sukun yang lainnya. Sehingga pelajaran huruf-huruf sukun yang beliau tulis hanya "Empat Serangkai Huruf Sukun" saja, yakni Lam Sukun, Sin Sukun, Ro Sukun, dan Mim sukun. Sehingga huruf-huruf sukun yang lain tidak perlu diajarkan, karena setelah mempelajari dan mengerti keempat huruf sukun tadi, secara otomatis anak-anak telah dapat membaca huruf-huruf sukun yang lain.

5. Malam Rahasia

Sebagaimana manusia umumnya, suatu ketika daya kreativiti Bapak H. Dachlan Salim Zarkasyi terhenti tidak ada inspirasi manakala tidak mengetahui apa lagi yang harus diperbuat selanjutnya. Perasaan ini beliau rasakan pada saat ada keinginan untuk mencari dan menyusun pelajaran yang diberikan kepada anak didik selanjutnya. Sepertinya akal dan pikiran buntu tidak dapat menemukan jawabannya. Namun, jika Allah menghendaki semuanya akan menjadi mudah.
Untuk menenangkan pikiran dan hati yang risau beliau mendengarkan, dan mengamati anak-anak yang sedang belajar mengaji di salah satu masjid di kota Semarang. Satu persatu anak-anak itu beliau perhatikan dengan mendengarkan bacaan mereka. Namun sampai pada anak yang terakhir, tidak ada satupun bacaannya yang benar, yakni bacaan tartil menurut kaidah Ilmu Tajwid. Hasil pengamatan ini beliau sampaikan kepada guru ngaji anak-anak tadi, "Mengapa tidak ada satu pun dari anak-anak tadi yang membaca al-Qur'an dengan tartil?" Namun jawabannya sungguh mengejutkan beliau, "saya tidak sanggup kalau mengajar anak-anak supaya bisa membaca dengan tartil. Biarlah cukup anak-anak bisa membaca al-Qur'an dulu. Nanti kalau sudah khatam, barulah diajarkan ilmu Tajwid, tentu mereka akan mampu membaca al-Qur'an dengan tartil dengan sendirinya." Mendengar jawaban dari guru al-Qur'an seperti itu, jalan fikiran beliau tidak dapat menerimanya. Apakah mengajar bacaan tartil itu sukar? Jika sukar, kesukarannya dimana? Jika jawaban seorang guru ngaji seperti itu, lalu bagaimana dengan guru-guru ngaji yang bukan ahli al-Qur'an? Kenyataannya memang demikian, mana mungkin dapat menghasilkan bacaan tartil jika tidak belajar ilmu Tajwid.

Perasaan dan fikiran beliau menjadi resah dan susah di atas jawaban, bahawa "mengajar bacaan tartil itu sukar" sehingga terbawa-bawa dalam tidur beliau pada malam harinya.
Suatu ketika antara sedar dan tak sedar, beliau mendapatkan ilham dari Allah, seakan terpampang di hadapan beliau kunci pelajaran bacaan-bacaan tartil yang mesti diajarkan. Yakni dimulai dari "NUN SUKUN" yang dibaca "DENGUNG" (yang dalam ilmu tajwid dinamakan bacaan ikhfa'). Malam ini disebut oleh Bapak Haji Dachlan Salim Zarkasyi sebagi MALAM YANG LUAR BIASA.

Keesokan harinya beliau mulai menulis dan menyusun pelajaran NUN SUKUN yang tadi malam beliau temukan. Kemudian pada petang harinya beliau ujicobakan kepada murid-muridnya, ternyata anak-anak murid dengan mudah mampu mempelajarinya dan membacanya dengan baik dan benar sesuai dengan apayang beliau kehendaki. Setelah berjaya dengan nun sukun, beliau mencuba dengan tanwin, yang suaranya sama dengan nun sukun. Selanjutnya disusunlah pelajaran bacaan GHUNNAH yang diawali dengan NUN BERSYADDAH dengan kiasan bahawa bacaannya sama dengan dengungnya NUN SUKUN bertemu dengan NUN. Demikian pula dengan pelajaran MIM BERSYADDAH dengan kiasan bacaan dengungnya sama dengan NUN BERSYADDAH.

6. Akhir Penyusunan buku Metode Qiraati

Sebagaimana biasanya dalam menyusun pelajaran baru mesti ada penyebab yang menjadi punca pelajaran tersebut disusun. Demikianlah pelajaran seterusnya sehingga selesainya metode tersebut.
Di antaranya adalah bacaan huruf-huruf bersyaddah selain huruf nun dan mim yang bersyaddah.
Suatu ketika dalam majlis tadarus al Quran yang beliau ikuti banyak orang yang membacanya salah, terutama dalam membaca "Lam bersyaddah" iaitu membacanya dengan menahan suara huruf lamnya. Melihat keadaan demikian, maka disusunlah pelajaran huruf-huruf bersyaddah yang mesti dibaca tegas dan terang serta cepat, yang kemudian dirangkaikan dengan pelajaran "AL Syamsiyyah".

Suatu ketika ada orang yang salah membaca : 3#H1JCE dengan memanjangkan bacaan #H . Maka tersusunlah bacaan #H yang dibaca pendek termasuk #HD@&C .

Adanya pelajaran Mim sukun bertemu mim yang dibaca dengaung dilatarbelakangi oleh banyaknya orang yang belum dapat membezakan antara bacaan mim sukun bertemu mim dengan bacaan mim sukun bertemu dengan selain mim dan ba'.

Adapun pelajaran nun sukun/ tanwin bertemu lam dan ro dilatarbelakangi oleh banyaknya orang yang membaca dengan menahan bacaan lamnya. Kemudian pelajaran dilanjutkan dengan pelajaran bacaan Nun sukun/tanwin bertemu dengan wawu dan ya, yang dibaca idgham dengan dengung.

Sedangkan pelajaran waqaf di akhir ayat dilatarbelakangi oleh banyaknya orang yang salah dalam menghentikan bacaannya, iaitu seolah-olah setiap waqaf dibaca panjang padahal tidak semuanya begitu. Pelajaran membaca lafazh Allah dilatarbelakngi oleh bacaan yang salah, misalnya 13HD 'DDG dengan lam kasrah tapi dibaca dengan tebal seolah seperti lam berbaris atas atau dhummah.

Begitu juga dengan pelajaran Iqlab, qalqalah dan izhar halqi yang kesemuanya dilatar belakangi oleh banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh para pembaca.

Demikianlah semua pelajaran yang telah berjaya beliau susun. kemudian dari tulisan-tulisan dikumpulkan dan dijilid, ternyata terkumpul menjadi sepuluh jilid atau sepuluh buku. Kemudian buku-buku tersebut dicetak dengan sablon dan dibahagikan kepada murid-muridnya mengikut tahapan pencapaiannya.