Written by Hadlir |
Tuesday, 20 October 2009 10:44 |
Adab Membaca Al-Quran Hadlir Al-Quran adalah kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril yang kemudian diteruskan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada seluruh umat. Yakni tidak hanya sebatas manusia saja melainkan menyeluruh “rahmatan lil ‘alamin” ke segenap alam. Baik alam gaibah (non fisik) ataupun alam basyariyah (fisikal). Al-Quran adalah satu di antara dua peninggalan Nabi (al-Quran dan al-hadis) dimana seorang hamba tidak akan pernah tersesat dalam mengarungi kehidupan ini selama berpegang teguh padanya. Karena itu dalam beberapa sabdanya nabi Muhammad saw tak henti-hentinya memotifasi umatnya agar selalu menjadikan al-Quran sebagai bacaan utama. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra, Nabi saw menggambarkan bahwa derajat seorang hamba kelak di hari kiamat bergantung pada seberapa gemar, seberapa banyak, serta seberapa istiqamahkah seorang hamba membaca dan mengamalkan al-Quran. “Bacalah, dan terus tambah kualitas dan kuantitas bacaanmu, karena derajatmu di akhirat bergantung pada bacaanmu di dunia.” Dalam kesempatan lain pun Nabi saw berkata kepada para sahabat, “sesungguhnya Allah SWT memiliki keluarga (dari golongan manusia) di dunia ini.” Setelah berkata demikian, kontan, para sahabat bertanya dengan penuh penasaran. “siapakah mereka ya Rasulallah?.” Lalu Nabi saw menjawab, “mereka adalah para ahlul quran (gemar membaca dan mengamalkan al-Quran), mereka semua adalah keluarga Allah yang di khususkan.” (hadis riwayat Anas ra.) Rasanya tidak ada the best family selain menjadi keluarga Allah SWT. Maka masih layakkah jika seorang hamba berpaling lalu mencari keluarga lain selain menjadi bagian dari keluarga besar-Nya. Masih banyak motifasi dan informasi lain tentang keistimewaan membaca al-Quran dari Rasulullah saw yang menjelaskan begitu tinggi dan mulianya al-Quran. Dimana posisi al-Quran tak tergantikan (selain sebagai bacaan primer) pun sebagai sumber dan pedoman hidup. Oleh karena itu, wajar jika ulama menjastifikasi bahwa membaca al-Quran memiliki unsur ibadah “muta’abbad bi tilawatih.” Yakni berpahala jika dibaca dan dosa ketika tidak membaca atau bahkan salah saat membaca. Dari sinilah para ulama merancang beberapa kaidah dan ilmu-ilmu (seperti ilmu tajwid dan qiraah) supaya para pembaca al-Quran lebih berhati-hati dan meminimalisir kesalahan. Namun, tidak hanya cukup di sini saja. Para ulama pun telah merangkum dan menetapkan beberapa tata cara atau adab saat membaca demi menjaga sisi keagungan, kesucian, dan kesakralan al-Quran.
Adab yang dimaksud antara lain; a. Adab yang dimaksud antara lain;
|
Sabtu, 28 November 2009
Adab Tilawah
Guru Ngaji Kyai Dachlan Salim Zarkasyi
Written by santri mbeling | |
Tuesday, 20 October 2009 11:27 | |
1. Mbah Nur Ketika masih berusia anak-anak, Kyai Dachlan belajar mengenal huruf hijaiyah dan membaca huruf-huruf al-Quran dengan Beliau (mbah Nur) di langgar/mushalla. Mbah Nur adalah guru pertama Kyai Dachlan. Meskipun seorang tuna netra, beliau adalah seorang hafidz al-Quran. 2. Kyai Asror Guru Kyai Asror adalah Kyai Badawi, sementara guru Kyai Badawi adalah Syeh `Abdullah. Kyai Asror adalah putra dari K.H. Ridwan yang mana Istri Kyai Ridwan merupakan Adik dari Kyai Badawi. Kyai Ridwan adalah sosok yang rajin dan istiqamah membaca al-Quran, meski tidak hafidz al-Quran atau bahkan sudo rungu, beliau dapat menyimak dan mengoreksi seseorang yang ngaji. Kyai Asror berasal dari Pungkuran, Kauman, Kaliwungu. Meninggal pada tahun -/+ 1978 M. di pondok beliaulah Kyai Dachlan nyantri. 3. Kyai Abdullah Umar Kyai Abdullah Umar berasal dari Kauman, Semarang. Beliau seorang hafidz al-Quran. Sanadnya diperoleh dari Kyai Munauwir Krapyak, beliau juga belajar al-Quran dengan baik pada Kyai Arwani, Kudus. Kyai Abdullah Umar tidak memiliki pondok pesantren layaknya para santri-santri lain yang sukses belajar di pondok, namun beliau tetap mengamalkan ilmunya, yakni dengan membuka pengajian di masjid Kauman Semarang. Selain itu beliau juga sempat menulis buku “Qiraatu ar-rasyidah” yang membahas uraian gharib musykilat. Di majlis inilah Kyai Dahlan menimba Ilmu dari Beliau. Dan dari beliau pula Kyai dahlan diperkenalkan dengan Kyai Arwani (Kudus) yang kemudian mentashih Qiraati. 4. Kyai Turmudzi Beliau berasal dari Demak, Jawa Tengah namun setelah menikah beliau tinggal di Kauman. Selain Kyai Arwani dan Kyai Abdullah Umar, beliau juga termasuk yang ikut mentashih Qiraati, bahkan hingga pada pemenuhan bahasa Arabnya. Guru beliau adalah Kyai Muhammad. Lalu siapa Kyai Muhammad tersebut. Ternyata selidik punya selidik, bahwa Kyai Turmudzi adalah keponakan istri dari Kyai Muhammah. Istri Kyai Muhammad bernama Bunyai Fatimah, beliau menghafal al-Quran setelah menikah dengan Kyai Muhammad. |
Sabtu, 15 Agustus 2009
QIRAATI DI PAPUA
Acara khataman qiraati dihadiri sekitar 400 orang kaum muslim dari sejumlah kampung dan distrik dengan menampilkan atraksi santri menjawab berbagai pertanyaan para tokoh agama Islam maupun Ketua Pengadilan Agama Biak, Drs Syamsul Bahri SH, MH.
Ustad Riyanto, salah pengajar metode qiraati, mengatakan metode qiraati atau belajar membaca Al-Qur`an secara bacaan yang tepat itu baru berjalan tiga tahun di Taman Pendidikan Al-Qur`an (TPQ).
"Metode qiraati sudah dipelajari para santri di TPQ. Tahapan dalam metode qiraati dimulai dengan mengenal huruf, membedakan panjang pendek bacaan, hingga membaca cuplikan ayat Al-Qur`an," katanya.
Ia menyebutkan membaca Al-Qur`an dengan metode qiraati itu memberikan kemudahan dan mendorong para santri dapat dengan tepat menyebut huruf Alquran.
"Dengan belajar qiraati diharapkan menambah ilmu pengetahuan dan juga dapat menanamkan wawasan keislaman kepada anak-anak sejak usia dini. Mari kita kembangkan wawasan keislaman putra-putri kita sejak usia dini," katanya.
Sementara itu, Ustad Abdul Wahid, pemuka agama Biak, mengingatkan agar umat Islam terus memperkuat serta meningkatkan pendidikan keislaman anak-anaknya dengan menanamkan pendidikan keislaman sejak dini melalui belajar Al-Qur`an dengan qiraati.
"Metode qiraati meski baru diterapkan di kalangan santri tetapi saat ini menghasilkan lulusan perdana mencapai 17 orang, ya sebagai orang tua tentu sangat bersyukur karena putra putrinya mampu membaca Al-Qur`an berdasarkan tajwid yang benar," katanya.
Di tengah hunaj yang mengguyur kota Biak, acara khataman qiraati belasan santri di Kabupaetn Biak Numfor berjalan dengan hikmad.(M039/
Sabtu, 06 Juni 2009
MBAH DACHLAN KYAI YANG SANTUN
Kamis, 07 Mei 2009
Menggagas Paradigma KH. Dahlan Salim Zarkasyi
Sejalan dengan institusionalisasi pengajaran al-Qur’an (setelah proses unifikasi bacaan al-Qur’an), berkembang ilmu spesifik pembacaan al-Qur’an yang dikenal sebagai tajwid (dari kata jawwada, membuat sesuatu menjadi lebih baik).http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn4 Lebih jauh lagi, ash-Shaffat mengutip dari syarh jazariyah dan al-Itqan mengungkap empat cara baca yang dianggap bid’ah.
Pertama, at-tar’id (berguruh) yakni mengguruhkan suara sebagaimana orang kedinginan atau kesakitan. Kedua, at-tathrib (kegirangan), merupakan lawan dari yang pertama, membaca dengan “mendendang” hingga melalaikan yang seharusnya dibaca pendek-dipanjangkan atau sebaliknya karena gramatika bahasa Arab tidak pernah membolehkannya. Ketiga, at-tahzin (ekspresi sedih), kurangnya menghayati sisi dalam makna al-Qur’an. Keempat, at-tarqish (menari-nari/banyal gerak) hendaknya membaca dengan diam dan menghayati.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn5 Oleh karenanya benar kiranya jika Ibnu al-Jazari (w. 833/1429) menghukumi ‘wajib’ menggunakan Ilmu Tajwid dalam membaca al-Qur’an demi menjaga keagungan Kitab Suci selain menjadi kitab yang ditafsirkan juga kitab yang dibaca. Dalam karyanya Matan Jazariyah tepatnya pada bait ke-27 berbunyi :
والأخد بالتجويد حتم لازم * من لم يجود القرأن اثم
“Menggunakan atau mengamalkan Ilmu Tajwid merupakan kewajiban yang pasti (fardhu ‘ain), siapa saja yang tidak memperbaiki bacaan al-Qur’an ia melakukan sebuah kesalahan (dosa).”http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn6
Dalam hasanah literatur Islam, selain Tajwid, terdapat beberapa istilah lain yang lazim digunakan untuk merujuk ilmu spesifik pembacaan al-Qur’an, yaitu:
a. Tartil, berasal dari kata rattala, “melagukan,” “menyanyikan,” yang pada awal Islam hanya bermakna pembacaan al-Qur’an secara melodik, menjelaskan bahwa tartil mencakup pemahaman tentang pausa dalam pembacaan dan artikulasi yang tepat huruf-hurf hijaiyah. Dewasa ini, istilah tersebut tidak hanya merupakan suatu terma generik untuk pembacaan al-Qur’an, tetapi juga merujuk kepada pembacaannya secara cermat dan perlahan-lahan. Selain tiu ada dua kategori lain metode membaca al-Qur’an, adalah hadr, pembacaan secara cepat, dan tadwir, pembacaan dengan kecepatan sedang.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn7
b. Tilawah, berasal dari kata tala, “membaca secara tenang, berimbang dan menyenangkan.” Di masa pra-Islam, kata ini digunakan untuk merujuk pembacaan syair. Pembacaan semacam ini mencakup cara sederhana pendengungan atau pelaguan yang disebut tarannum.
c. Qira’ah, berasal dari kata qara’a, “membaca,” yang mesti dibedakan penggunaannnya untuk merujuk keragaman bacaan al-Qur’an. Di sini, pembacaan al-Qur’an mencakup hal-hal yang ada dalam istilah-istilah lain, seperti titi nada tinggi rendah, penekanan pada pola-pola durasi bacaan dan lain-lain.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn8
Secara historis, pembacaan al-Qur’an (sebagaimana dituju dalam Tajwid) telah dimulai pada masa awal Islam. Muhammad Talbi mengemukakan bahwa generasi pertama Islam telah melantunkan al-Qur’an dengan lagu yang sangat sederhana.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn9 Tetapi, setelah berkembang menjadi suatu disiplin, ilmu tentang seni baca al-Qur’an ini telah menjadi basis teoritis dan praksis pengajaran al-Qur’an di berbagai belahan dunia Islam.
Ada banyak sekali karya teknis yang sudah diterbitkan selama berabad-abad, yang erat berkaitan dengan bidang-bidang pembahasan tentang ragam bacaan al-Qur’an (qira’ah) dan cara-cara membaca al-Qur’an secara benar (tajwid). Ilmu-ilmu ini telah sampai pada tingkat kematangannya pada abad ke-4 H./10 M., seperti yang ditujukkan oleh beberapa risalah mengenainya, dan terus dikembangkan serta diartikulasikan hingga mencapai tingkat yang tertinggi dalam hal pengungkapannya secara sistematis dan komprehensif dalam karya-karya Ibnu al-Jazari (w. 833/1429).http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn10 Karya-karya ini lebih mengkonsentrasikan diri pada aliran-aliran bacaan, penguasaan atas huruf-huruf atas suara-suara (dan teknik-teknik menghasilkannya lewat aparat-aparat vokal), perhentian dan permulaan (al-waqf wa al-ibtida’), percampuran suara (idgham), persengaungan (ghunnah), dan lain-lain. Selain itu bahan-bahan ini sekali-kali menyertakan pendahuluan yang berisi pembahasan mengenai adab membaca al-Qur’an, seperti kapan harus berhenti membaca, apa yang harus dilakukan ketika kita telah khatam al-Qur’an, tempat-tempat dan waktu-waktu mana yang dianjurkan untuk membaca al-Qur’an, apa manfaat al-Qur’an dan membacanya dan lain-lain.
Selain buku-buku para sarjana Muslim yang membahas mengenai beberapa aturan teknis membaca al-Qur’an (seperti Ibn al-Jazari, asy-Syatibi, as-Suyuti dll.) juga terdapat sebuah karya cukup komprehensip menjelaskan tentang adab membaca al-Qur’an. At-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an, karya dari Muhyi al-Din Abu Zakariya Yahya al-Hizami al-Dimasyqi (631-676 H./1233-1277) M.).http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn11
b. Perkembangan Metodologi mengajar baca al-Quran
Nabi Muhammad saw. Bersabda,
“Belajar al-Qurán-lah dari empat orang, yakni Abdullah Ibnu Masúd, Salim bin Ma’qil, Muádz, dan Ubay bin Kaáb”. http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn12
Empat sahabat yang telah direkomendasikan Nabi tersebut dalam beberapa catatan sejarah memang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan yang lain. Misalnya Ubay bin Ka’ab adalah seorang Anshar dari Banu Najjar. Ia merupakan salah seorang yang mengkhususkan diri dalam mengumpulkan wahyu. Dalam beberapa hal, otoritasnya tentang masalah-masalah al-Qur’an bahkan lebih besar dari Ibnu Mas’ud. Selain itu ia juga dikenal sebagai sayyid al-Qurra’ (pemimpin para pelafal/penghafal al-Qur’an).http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn13 Ibnu Mas’ud, ia merupakan salah satu otoritas terbesar dalam al-Qur’an. Hubungannya yang intim dengan Nabi memungkinkannya mempelajari sekitar 70 surat langsung dari mulut Nabi. Riwayat mengungkapkan bahwa ia merupakan salah seorang yang pertama kali membaca bagian-bagian al-Qur’an dengan suara lantang dan terbuka di Makkah, meskipun banyak tantangan dari orang Quraisy.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn14
Empat sahabat tersebut disamping memiliki kelengkapan data al-Quran juga kompetensinya dalam hal teknis, meskipun pada masa ini, problem qira’ah (pola baca) lebih mendominasi dibandingkan dengan masalah kefashihan atau teknis (tajwid). Imam Suyuti mengomentari bahwa hal ini disebabkan karena para sahabat memiliki tingkat kefashihan yang cukup, selain itu al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn15 Namun demikian, dalam hal teknis Nabi tidak pernah melewatkan nasihat-nasihat (stimulasi) terhadap sahabat-sahabatnya. Sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah berbunyi:
Nabi bersabda, “Siapapun yang menginkan belajar al-Qur’an dengan baik sebagaimana diturunkan, maka hendaklah membaca sebagaimana qira’ah Ibnu Ma’ud. Yakni dia yang diberikan karunia yang agung oleh Allah dalam menjaga keindahan (tajwid) al-Qur’an.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn16
Sebuah Hadits diriwayatkan oleh Hakim dengan silsilah shahih dari al-Bani berbunyi:
Rasulullah saw. bersabda, “Gunakanlah suara terbaikmu untuk membaca al-Qur’an, karena dengan suara indah itu akan menambah keindahan pada al-Qur’an.”http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn17
Nabi juga tak henti-hentinya memberikan stimulasi-stimulasi pada para sahabatnya agar lebih giat membaca, mengamalkan serta mengajarkan al-Qur’an. Hadis yang diriwayatkan oleh Usman bin ‘Affan berbunyi:
Rasulullah saw. berkata: “sebaik-baik kalian ialah orang yang belajaral-Qur’an dan mengajarkannya.”http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn18
Dari stimulasi dan anjuran Nabi tersebut pernah menjadi perhatian dan mendapatkan respon posistif di hati kaum Muslimin. Pada awal abad ke 8 H. kaum Muslimin mulai mengajarkan anak-anak mereka menghafalkan al-Qur’an. Praktek semacam ini biasanya dihubungkan dengan hadis-hadis tertentu Nabi atau dengan praktek generasi awal. Abu Abdullah Muhammad ibn Idris asy-Syafi’I (w. 820 H.), pendiri mazhab Syafi’iyah, misalnya, dikabarkan telah menghafal secara keseluruhan al-Qur’an ketika berusi tujuh tahun. Bahkan terdapat penekanan yang tegas pada pentingnya pembelajaran al-Qur’an dalam usia belia. Dikabarkan bahwa salah satu khalifah banu Umaiyah, Hisyam bin Abdul Malik (w. 743 H. ), setelah menunjuk Sulaiman bin al-Kalbi sebagai tutor agama anaknya, memberinya petuah: “Nasihatku yang pertama kepadamu adalah upayakanlah agar ia (anak-anakku) belajar Kitab Allah. Setelah itu barulah Engkau bisa menyampaikan kepadanya karya-karya puitis pilihan.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn19
Dengan demikian, jelas, tradisi kaum Muslimin memberikan tempat yang sangat khusus kepada pembacaan atau penghafalan al-Qur’an. Asy-Syatibi (w. 590 H.) misalnya, dalam sistem pengajaran al-Qur’an dan Qiraah mengharuskan murid-muridnya yang hendak mengajarkan al-Qur’an menghatamkan secara keseluruhan tiga kali pembacaan al-Qur’an menurut masing-masing qiraah dalam bacaan tujuh –setiap kalinya menurut dua versi (riwayah) dari tiap-tiap qiraah-, kemudian sekali lagi dengan mengumpulkan kedua versi itu secara bersama-sama (jam’). Jauh sebelum masa asy-Syatibi, tuntunan yang diajukan pengajar al-Qur’an lebih berat lagi. Al-Hushri (w. 486 H.), mengharuskan 70 kali penghataman tujuh bacaan kanonik. Di samping itu, dalam proses pembelajaran ini, mata rantai periwayatan tiap-tiap qiraah mesti dikuasai.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn20
Selama berabad-abad telah muncul di berbagai wilayah Islam sekolah-sekolah khusus yang mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak kaum Muslimin, baik dengan tujuan agar mereka “melek” baca al-Qur’an atapun mampu menghafalkannya. Secara historis, sekolah semacam itu pertama kali diinstruksikan pembangunannya oleh khalifah umar bin al-Khattab. Sebelumnya, pengajaran al-Qur’an bagi anak-anak hanya merupakan urusan pribadi kaum Muslimin, dan biasanya orang tua mengajarkannya secara private.http://www.qiraati.org/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=29 - _edn21
METODE QIRAATI
- Menjaga dan memelihara kehormatan dan kesucian Al-Quran (dari segi bacaan tartil sesuai dengan kaidah tajwid)
- Menyebarkan Ilmu Bacaan Al-Quran yang benar dengan cara yang benar
- Mengingatkan para guru Al-Quran agar berhati-hati dalam mengajarkan Al-Quran
- Meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran Al-Quran
- Makhraj sebaik mungkin
- Mampu membaca Al-Quran dengan bacaan yang bertajwid
- Mengenal bacaan gharib dan musykilat (bacaan-bacaan yang asing)
- Hafal (faham) ilmu tajwid praktis
- Mengerti shalat, bacaan dan praktisnya
- Hafal surat-surat pendek minimal sampai Surah Adh-Dhuha
- Hafal doa-doa pendek
- Mampu menulis Arab dengan baik dan benar
- Membaca langsung tanpa mengeja
- Praktek bacaan bertajwid secara mudah dan praktis
- Susunan materi bertahap dan berkesinambungan
- Materi disusun dengan “Sistem Modul/Paket”
- Banyak latihan membaca (drill)
- Belajar sesuai dengan kesiapan dan kemampuan murid
- Evaluasi setiap pertemuan
- Belajar dan mengajar secara “Talaqqi - Musyafahah”
- Guru Pengajarnya harus ditashih (Ijasah billisani)
- DAKTUN (Tidak-boleh-Menuntun)
- TIWASGAS (Teliti-Waspada-Tegas)
- CBSA+M (Cara-Belajar-Siswa-Aktif dan Mandiri)
- LCTB (Lancar : Cepat, Tepat dan Benar)
- Sampaikan materi pelajaran secara praktis, simpel dan sederhana (mudah dipahami oleh murid), jangan terlalu rumit dan berbelit-belit (Imam Ghazali)
- Berikan materi pelajaran secara bertahap, dengan penuh kesabaran (K.H. Arwani Amin, AH.)
- Jangan mengajarkan yang salah kepada anak-anak, karena mengajarkan yang benar itu mudah (K.H. Dachlan SZ.)
Minggu, 03 Mei 2009
No | Makhraj | Makhraj | انفتاح | استفال | جهر | شدة | همس | رخاوة | استعلاء | تفشى | اطباق | استطالة | |
1 | جوف | rongga dada | ا و ى | ||||||||||
2 | اقصى الحلق | tenggorokan paling bawah | ء هـ | ء هـ | ء | ء | ء هـ | ||||||
3 | وسط الحلق | tenggorokan bagian tengah | ع ح | ع ح | ح | ح | ع ح | ||||||
4 | ادنى الحلق للفم | tenggorokan yang dekat dengan mulut | غ خ | غ | غ خ | غ خ | |||||||
5 | اقصى اللسان مما بلى الحلق وما فوقه من الحنك | lidah paling bawah dan diatasnya dari langit2 | ق | ||||||||||
6 | اقصى اللسان من اسفل مخرج القاف قليلا وما يليه من الحنك | sedikit diatas makhraj qaf | ك | ||||||||||
7 | وسط اللسان بينه و بين وسط الحنك | lidah bagian tengah dan langit2 bagian tengah | ج ش ي | ج ش ي | ج ي | ج | ش | ش ي | ش | ج ش ي | |||
8 | اول حافة اللسان وما يليه من الاضراس من الجانب | ujung tepi lidah dan gusi samping bagian dalam | ض | ض | ض | ض | ض | ض | |||||
9 | حافة اللسان من ادناها الى منتهى طرفه وما بينها و بين يليها من الحنك الاعلى | ujung lidah dan langit2 | ل | ||||||||||
10 | طرف اللسان اسفل مخرج اللام قليلا | sedkit diatas makhraj lam | ن | ||||||||||
11 | مخرج النون لكنها ادخل فى ظهر اللسان | ر | |||||||||||
12 | طرف اللسان و اصول الثنايا العليا مصعدا الى جهة الحنك | ujung lidah dan pangkal gigi seri atas yg berbatasan dengan langit2 | د ت | د ت | ط د | ط د ت | ت | ط | ط | ط د ت | |||
13 | بين طرف اللسان و فويق الثنايا السفلى | ujung lidah dan bagian atas gigi seri bawah | ز س | ز س | ز | ص س ز | ص س ز | ||||||
14 | بين طرف اللسان و اطراف الثنايا العليا | ujung lidah dan ujung gigi seri atas | ث ذ | ث ذ | ظ ذ | ث | ظ ث ذ | ظ | ظ | ظ ث ذ | |||
15 | باطن الشفة السفلى و اطراف الثنايا العليا | bibir bawah dan ujung gigi seri atas | ف | ||||||||||
16 | بين الشفتين | diantara 2 bibir | ب م و | ||||||||||
17 | الخيشوم | hidung | ن م |